11 research outputs found

    PERBAIKAN PROSEDUR PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI MAHKAMAH AGUNG

    Get PDF
    Regulations under Laws which is the output of political and bureaucratic processes need to be supervised with a review mechanism by judicial power. Supreme Court as a judicial body have an authority to conduct the judicial review. The issue of the effectiveness procedures for judiical review regulation under law in the Supreme Court became the main topic of this research. This research is conducted through normative research methode, descriptive by studied legislation and other relevant library materials. The study concluded that the regulation and implementation for the judicial review application in the Supreme Court do not support the principles of transparency and accountability. Therefore, it is necessary to make revisions to the Supreme Court Regulation No. 1 Year 2011 on the Rights of the Judicial Review. Keywords: Procedures, Testing Laws and Regulations, the Supreme Cour

    Efektifitas Zakat Produktif Dalam Memberdayakan UMKM (Studi Kasus Pelaku UMKM di Pedan, Klaten, Jawa Tengah)

    Get PDF
    Productive zakat is zakat given to a person or group of people to be used as working capital. Giving productive zakat to mustahik MSME actors is expected to help increase Mustahik's income so that it can reduce poverty levels. Productive zakat distribution at Baznas is expected to be able to alleviate poverty in society. In 2018, Pedan District was one of the areas selected by Baznas in distributing productive zakat to MSME players. This sub-district is located in Klaten Regency which has a position as one of the development centers of Klaten Regency. The majority of Pedan people work as MSME actors, so that if the potential of this community can be maximized it will reduce the level of poverty in the area. This research is a field research (field research). To achieve this goal the writer uses a qualitative descriptive approach. In this study, primary data was generated from interviews with mustahik who received assistance from Baznas. Meanwhile, secondary data is obtained from books, journals and related laws and regulations. The results showed that the distribution of productive zakat at Baznas to MSME players in Pedan has had a positive impact on increasing their business results as seen from the amount of mustahik income before and after receiving productive zakat calculated from the total net income of MSMEs after receiving assistance from Baznas, return or net profit received by mustahik in 2018 and 2019, the final capital analysis is calculated after the total liabilities and equity of MSME businesses, the level of capital growth (Pedan people) before and after receiving productive zaka

    BANTUAN HUKUM MASIH SULIT DIAKSES: Hasil Pemantauan di Lima Provinsi Terkait Pelaksanaan Undang-Undang No 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum

    Full text link
    Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, bahwa buku ini akhirnya dapat diselesaikan dan di terbitkan secara luas untuk memperkaya informasi terkait layanan bantuan hukum di Indonesia. Kehadiran buku ini, semoga membawa manfaat bagi kita semua, khususnya sebagai referensi untuk melihat akuntabilitas pelaksanaan UU No 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Sejak UU Bantuan Hukum disahkan oleh DPR RI, pada 4 Oktober 2011, beragam harapan mulai muncul demi terbangunnya sebuah sistem bantuan hukum yang dapat diakses oleh semua kelompok masyarakat, khususnya kalangan tidak mampu [miskin]. Namun dalam perjalanannya, sistem bantuan hukum baru dapat dijalankan pada kisaran Juli 2013, dengan diawali oleh proses verifikasi dan akreditasi terhadap 593 Organisasi Bantuan Hukum [OBH] yang mendaftar untuk mengakses dana bantuan hukum, kemudian proses itu meloloskan 310 OBH dengan beragam nilai akreditasi, yakni pada kisaran A sampai dengan C. Jumlah 310 tersebut akan berupah lagi, seiring rencana BPHN untuk melakukan verifikasi kembali terhadap OBH yang berada di daerah pelosok. Meski riset ini dilakukan diawal pelaksanaan UU Bantuan Hukum, namun ternyata kami menemukan cukup banyak kendala dan permasalahan, baik pada tataran administratif maupun subtantif. Pertama, adalah kendala verifikasi dan akreditasi, sebagai contoh aspek ini tidak menyentuh faktor integritas kelembagaan OBH.Kedua, kelembagaan dan regulasi, adanya sentralisasi peran yang dijalankan oleh Kementrian Hukum dan HAM melalui BPHN. Ketiga, pengawasan dan evaluasi, sejauh ini hanya menyentuh aspek administratif. Keempat, faktor kesiapan OBH, sejauh ini rata-rata OBH yang lolos verifikasi tidak memiliki persiapan ataupun agenda khusus untuk sosialisasi, dan penyesuaian dengan program bantuan hukum pemerintah. Kelima, adalah tingkat pemahaman terhadap UU Bantuan Hukum sangat rendah, secara khusus jajaran aparat penegak hukum [APH]; kepolisian, kejaksaan bahkan pengadilan, rata- rata tidak mengetahui UU Bantuan hukum, dengan dalih tidak ada sosialisasi, sehingga APH merasa tidak berkewajiban menjalankan UU tersebut. Keenam, sistem reimbursment menyulitkan bagi OBH, hal ini sangat berpengaruh bagi daya serap anggaran. Selain keenam persoalan tersebut, buku ini juga mengupas beragam temuan riset lainnya yang muncul ketika kami melakukan penelitian lapangan, sehingga temuan-temuan tersebut menegaskan bahwa pelaksanaan sistem bantuan hukum ini, masih menyisakan banyak persoalan yang harus menjadi perhatian para pengambil kebijakan demi penguatan dan perbaikan sistem yang lebih baik. Penelitian ini adalah bagian dari kontribusi kami, untuk mendiagnosa ragam persoalan yang muncul diawal-awal pelaksanaan sistem bantuan hukum. Meski beberapa pihak, berpendapat penelitian ini terlampau dini, mengingat pelaksanaan UU Bantuan Hukum baru akan berjalan satu tahun, namun kami meyakini bahwa diagnosa persoalan yang dilakukan sejak awal, akan jauh lebih baik, ketimbang membiarkan masalah yang ada dibiarkan berlarut, yang pada akhirnya menggerogoti kualitas dan akuntabilitas sistem ini. Semangat dari penelitian ini adalah bukan untuk mencari kesalahan dan persoalan dari penerapan sistem bantuan hukum, namun lebih dari itu, penelitian ini merupakan bagian dari kontribusi kami, selaku masyarakat sipil untuk perbaikan sistem bantuan hukum. Ditengah beragam persoalan tersebut, penelitian ini menghadirkan alternatif penguatan bantuan hukum untuk para pencari keadilan, dengan format Criminal Defense Lawyer [CDL]. CDL adalah sebuah sistem yang coba dibangun oleh LBH Jakarta dan Makassar, untuk memperkuat akses bantuan hukum bagi perkara pidana. Sejauh ini, mengacu pada penelitian yang kami lakukan, mekanisme CDL cukup memberi kontribusi yang signifikan bagi pemberian bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu yang terjerat perkara pidana. Di Jakarta dan Makassar, sebelum dan setelah CDL, angka perbandingan penanganan kasus cukup signifikan perbedaannya, CDL menunjukan kecenderungan umum peningkatan volume kasus yang mampu ditangani. Selanjutnya, penelitian ini merekomendasikan agar mekanisme seperti CDL dapat dikembangkan bersama-sama antara OBH dan pemerintah, demi penguatan seluruh lini sistem bantuan hukum di Indonesia. Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih kepada segenap pihak yang telah mendukung penelitian ini, diantaranya tim peneliti lapangan, OBH yang bersedia memberikan informasi dan masukan, para pencari keadilan, jajaran Kementerian Hukum dan HAM, yakni melalui BPHN, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Kanwil Hukum dan HAM RI yang tersebar di lima provinsi. Tidak lupa kami juga mengucapkan terimakasih kepada jajaran aparat penegak hukum, diantaranya POLRI, Kejaksaan RI, dan lingkungan pengadilan, serta jajaran pemerintah daerah di lima provinsi, secara khusus melalui biro hukum, yang telah memberikan saran, informasi dan kritik dalam penelitian ini

    Laporan Kajian Implementasi Pengawasan Perda oleh Pemerintah dan Mahkamah Agung

    Full text link
    Pemberian kewenangan membuat perda menunjukkan adanya peluang bagi daerah untuk mengatur wilayahnya sendiri demi memajukan dan memberdayakan daerahnya. Namun hingga kini, masih muncul masalah akibat perda. Berbagai pemberitaan dan laporan menyebutkan adanya perda-perda yang bertentangan dengan hak asasi manusia. Selain itu, Kementerian Dalam Negeri juga telah banyak membatalkan perda bidang retribusi dan pajak daerah yang dinilai bertentangan dengan peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Namun begitu, perda menjadi salah satu elemen dasar bagi pelaksanaan desentralisasi. Kewenangan membentuk perda merupakan implementasi dari kemandirian daerah. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme untuk mengawasi pelaksanaan kewenangan daerah dalam membentuk perda. Pengawasan perda diperlukan dalam menjaga kesesuaian peraturan di tingkat lokal dengan peraturan yang berlaku di tingkat nasional. Review juga dipelukan untuk mengontrol agar peraturan yang dibuat tidak melanggar prinsip-prinsip dasar dalam bernegara seperti perlindungan hak asasi manusia. Peraturan Perundang-undangan mengatur dua mekanisme review atau pengawasan terhadap peraturan daerah, yaitu executive review dan judicial review. Executive review merupakan kewenangan mengawasi perda yang dimiliki oleh pemerintah (executive power), sementara itu judicial review merupakan kewenangan mengawasi perda yang dimiliki oleh Mahkamah Agung (judicative power). Kedua mekanisme ini dapat berujung pada pembatalan perda. Dalam prakteknya dua mekanisme ini belum dapat berjalan optimal karena dihadapkan pada beberapa permasalahan. Permasalahan dalam lingkup executive review antara lain dipengaruhi oleh regulasi yang mengaturnya. Inkonsistensi antara peraturan di tingkat yang lebih tinggi dengan peraturan di tingkat teknis menyebabkan lemahnya implementasi sistem yang telah dibuat. Seperti pengaturan kewenangan pembatalan, pelibatan pemerintah propinsi dalam mengawasi perda kabupaten/kota, dan koordinasi dan kerjasama antara kementerian yang mempunyai kewenangan terkait perda. Selain regulasi, masalah dalam executive review juga disebabkan oleh inisiatif dari kementerian yang berwenang untuk menjalankan sistem pengawasan secara menyeluruh. Sementara itu, dalam pelaksanaan judicial review permasalahan yang dihadapi antara lain terkait dengan mekanisme yang menyulitkan masyarakat dalam menempuh prosedur untuk mengajukan judicial review perda. Seperti pembatasan waktu pengajuan perda, pembebanan biaya pendaftaran dan penanganan perkara, jangka waktu pemeriksaan dan transparansi dalam pemeriksaan permohonan. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk memperbaiki mekanisme review perda. Perbaikan mekanisme review tersebut merupakan syarat bagi peningkatan kualitas pelaksanaan desentralisasi di Indonesia. Peningkatan kualitas perda yang dibentuk oleh tiap-tiap daerah dapat berdampak positif bagi kemajuan daerah tersebut. Upaya perbaikan mekanisme review perda meliputi: revisi peraturan mengenai pengawasan perda di wilayah eksekutif, mensinergikan kegiatan atau program pada unit-unit kerja yang terdapat di kementerian yang memiliki kewenangan terkait perda, dan membenahi struktur organisasi di tingkat daerah (propinsi) untuk menjalankan perannya dalam mengawasi perda. Sementera itu terkait dengan judicial review, upaya perbaikan dilakukan dengan merevisi peraturan MA yang mengatur mengenai pelaksanaan uji materiil untuk memudahkan masyarakat dalam mengajukan permohonan judicial review. Selain itu, kewenangan judicial review perda ini juga perlu diatur dalam UU Pemerintahan Daerah

    Pengujian Oleh Publik (Public Review)Terhadap Rancangan Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

    Get PDF
    Pasca reformasi 1998, harus diakui bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia, Komisi ini telah berhasil menjerat ratusan aktor korupsi yang berasal dari eksekutif, legislatif, yudikatif dan swasta serta menyelamatkan uang negara hingga triliunan rupiah. Namun dibalik kinerja KPK yang luar biasa masih saja ada pihak-pihak yang berharap sebaliknya yang ingin KPK dilemahkan dan bahkan dibubarkan

    Awasi Perda Berdayakan Daerah: Seri panduan Legislatif Daerah

    No full text
    129 hlm.: Ilus ; 21 cm
    corecore